Sabtu, 20 April 2013

Banyak Faktor Peluntur Cinta

LUNTURNYA perasaan cinta tak selalu karena faktor waktu atau lamanya pernikahan. Survei SINDO mengungkapkan bahwa cinta pun bisa luntur pada awal usia pernikahan.

“Saya baru menikah tiga tahun, tapi rasa itu sudah hilang. Perbedaan prinsip yang saya dan suami miliki memang tak bisa disatukan. Itu membuat semuanya jadi hambar,” tutur Putri, seorang karyawati swasta. Dalam hal ini tersurat bahwa perbedaan prinsip turut melatarbelakangi lunturnya perasaan cinta.

Pada kasus Putri misalnya, ego Putri yang samasama tinggi dengan ego sang suami tak bisa membawa mereka dalam sebuah keharmonisan. Kondisi itu membuat rasa cinta yang pada awalnya dijadikan sebagai landasan untuk melangsungkan pernikahan, hilang begitu saja. Selain faktor perbedaan prinsip,banyak faktor penentu lain yang menyebabkan hilangnya rasa cinta dalam pernikahan.

Proses awal pernikahan yang didahului dengan perjodohan punya andil juga. Hal itu terjadi karena pada awalnya banyak orang berpikir bahwa untuk menikah, cinta bukanlah sesuatu yang mutlak. Urusan cinta dianggap sebagian orang bisa “diurus” setelah menikah -saat seseorang mengenal lebih dekat pasangannya-.

Selebihnya, berbagai sumber pemicu lenyapnya cinta juga bisa dilatarbelakangi dari sejumlah kesalahan pasangan yang tak bisa ditoleransi. Kebohongan pasangan dan perselingkuhan yang dilakukannya terkadang membuat pasangan lainnya “mati rasa”. Begitu juga dengan status sosial salah satu pasangan yang lebih tinggi.

Seperti penghasilan istri jauh lebih besar daripada suami. Kondisi ini bisa membuat suami tidak mempunyai harga diri di mata keluarganya. Sebagai sosok kepala keluarga, suami dianggap gagal.

“Apa pun alasannya, sebenarnya kita juga tidak bisa menyalahkan hal tersebut. Saat ini apa pun bisa terjadi,” kata psikolog keluarga dari Rumah Sakit Omni Pulomas, Naomi Soetikno MPd Psi.

Naomi mengatakan, saat pasangan memutuskan menikah tanpa adanya rasa cinta dan hal itu terjadi karena unsur keterpaksaan, maka bisa terjadi hubungan yang tidak harmonis. Karena terkadang, tanpa adanya cinta, rumah tangga akan hambar rasanya. 

“Dikhawatirkan anak pun memiliki keadaan jiwa yang tidak tenang nantinya karena orang tua yang tidak harmonis,” tutur psikolog yang juga mengajar di Universitas Tarumanegara ini.

Namun, tidak menutup kemungkinan pasangan yang menikah dengan dilandasi rasa cinta juga bisa saja bercerai. Tidak sesempurna yang dibayangkan.

“Yang terpenting dalam membina hubungan rumah tangga, landasan utamanya ialah komunikasi,” katanya.

Menurut Naomi, komunikasi adalah kunci utama dalam menjalankan pernikahan. Jika awalnya pernikahan terjadi tanpa adanya rasa cinta, namun komunikasi yang terjalin setelah menikah sangat baik, maka bisa saja timbul rasa saling menghargai yang berujung pada timbulnya rasa cinta. Tidak adanya kecocokan 100 persen merupakan masalah yang umum terjadi dalam satu keluarga.

Itu karena setiap orang memiliki pribadi unik yang berbeda dan setiap pasangan pun dibesarkan oleh keluarga yang berbeda, termasuk pernikahan yang berdasarkan tanpa cinta. Karena itu,walaupun pernikahan terjadi tanpa cinta, namun ingin rumah tangga tetap harmonis, maka perlu komunikasi yang terjalin dengan baik.

Karena apa pun masalah yang menimpa, baik masalah ringan maupun besar, apabila dikomunikasikan dengan baik, hubungan rumah tangga akan terus bersinar guna terciptanya hubungan yang harmonis.

“Pereratlah komunikasi antarpasangan yang akan menyelamatkan hubungan perkawinan,” saran Kresno.

Selain komunikasi, sebelum terjadi pernikahan, disarankan Kresno agar para pasangan saling menanamkan rasa pengertian, menjamin adanya kesetiaan, dan tanamkan rasa kasih.

Sumber : trisnano.blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar