Minggu, 30 September 2012

Filsafat :: Inilah Jalan

Sebenarnya, aku yakin, Tuhan itu hanya bermaksud membimbing manusia, untuk mencapai derajat tertingginya. Insan Kamil. Maha Manusia. Enlighten Man. Buddha. Awaken. Satori. Moksa. Takwa. Yang dalam isyarat sederhananya: manusia bahagia. Penuh cinta, dan bahagia.

Salah satu caranya, diantara sekian banyak tak terhitung cara, ya dengan mengatakan; kenali, Akulah Tuhanmu. Dan hanya Aku. Lakukan ini dan itu dan ini dan itu. Inilah jalan yang Benar. Inilah Kebenaran. Inilah Jalan.

Tapi ada begitu banyak bangsa. Ada begitu panjang jaman. Sehingga; jadilah ada begitu banyak Nabi, Utusan Tuhan, yang menyampaikan Kabar Gembira itu. Yang mengajarkan Jalan itu. Tentu saja; dengan bahasa yang berbeda. Dengan istilah yang berbeda. Dengan metoda yang berbeda.

Lalu, kita saat ini; bukannya gembira dengan kekayaaan sumber-sumber itu, dengan beraneka pilihan Jalan itu, lalu mendengarkan, mempelajari dan mempraktekkan ajaran itu, untuk melihat kecocokannya dengan diri sendiri, dan melihat hasilnya, kita justru sibuk untuk mengkritiki Jalan yang berbeda-beda itu, dengan tujuan untuk memberinya label, ini Benar, ini Salah. Ini dari Tuhan, dan ini Sesat.

Lebih gawatnya lagi; kita lalu begitu sibuk mendorong-dorong orang lain untuk mengikuti pilihan kita, dan melarang-larang orang lain mengikuti pilihannya sendiri.

Kenapa sih kok pake acara ngotot ngurusin orang lain? O, itu karena cinta saya pada mereka. Saya ingin menolong mereka; supaya mereka tidak terjerumus ke jalan sesat.

Hehehe. Cinta? Coba deh rasakan di ulu hati engkau ketika engkau ngotot itu; benarkah ada cinta disitu? Sepengetahuan saya nih; di dalam ke-ngotot-an macam itu, tidak ada cinta sih.

Atau coba deh bayangkan; bagaimana jika engkau yang dipaksa oleh orang lain untuk meninggalkan Jalan pilihan engkau? Adakah engkau bisa mengatakan kalau mereka yang memaksa engkau itu, mereka lakukan karena cinta akan engkau? Adakah engkau bisa bahagia menerima paksaan itu?

Kalau ini sulit dibayangkan; ingat-ingat saja deh ketika engkau mencintai seseorang, dan orang tua engkau melarangnya. Apakah engkau bahagia-bahagia saja?

Kayaknya nggak deh. :)

Sumber:  http://filsafat.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar