Sudah sejak lama ada sebuah keinginan
yang mendorong kehendak untuk mengungkapkan kejujuran yang benar-benar
jujur selalu saja terurungkan sebab masih ada kemelekatan untuk itu.
Mengungkapkan sesuatu tentang kejujuran
adalah hal yang baik… sangat baik malahan… di mana akan banyak orang
mendapatkan manfaat ataupun termotivasi walaupun pada penyampaiannya
masih menyembunyikan sedikit saja tentang asal muasal kejujuran dan
bahkan tentang kejujuran yang di sampaikan sendiri… banyak pujian pun
akan menghampiri… berharap tak melekat akan hal itu pun pada
kenyataannya akan terjebak kembali pada keadaan menyenangkan yang
menghanyutkan tanpa tersadari.
Dalam sebuah perjalanan… ketika
menyusuri pinggiran sungai yang tak terlalu dalam… mata ini terpikat
dengan kilauan sebuah batu yang terkena cahaya matahari… sebuah batu
yang indah… berwarna hijau seperti jade dan begitu dingin ketika
bersentuhan dengan jemari. Batu yang ketika digosok agar berbentuk
mengundang banyak tanya dari banyak orang yang melihat diri ini
menggosok sebuah batu. Banyak tanya pun mengalir tentang batu apa dan
darimana asalnya… kemudian terjawab bahwa batu itu kutemukan di
pinggiran sungai… hingga satu ketika sampai pada sebuah kemelekatan yang
mengatakan bahwa batu itu adalah milikku… padahal jika mau jujur… batu
itu bukan milikku… jika tak kutemukan pun batu itu akan tetap ada di
pinggiran sungai.
Sang Guru pernah berkata-kata… pada saat
kau menebarkan kebaikan demi kebaikan… akan tiba sebuah kondisi yang
jika tak kau sadari akan membuatmu terjebak dan menjadi melekat…
kemudian jikalau batin dapat melampaui keterjebakan dan kemelekatan…
akan ada kekuatan-kekuatan yang akan semakin menggoda untuk terus
melekatkanmu… hingga jika semuanya terlampaui akan tiba sebuah kondisi
yang tanpa sisa… dirimu akan berjalan tanpa kau berkehendak… tanpa
memikirkan apakah kaki kiri dahulu ataukah kaki kanan dahulu. Tiba di
tempat tujuan tanpa timbul sedikitpun kehendak baik dalam ucapan,
pikiran ataupun perbuatan badan jasmani. Mudah? sepertinya… sulit sekali
mencapai keadaan tanpa sisa.
Teringat dengan kata-kata Sang Guru…
kududuk dipinggiran sungai melihat bayangan wajah sendiri di air yang
jernih… atau pun berhadap-hadapan dengan cermin… namun hanya mampu
melihat bagian yang berhadapan saja… kotoran-kotoran di tempat yang
tersembunyi tak dapat terhadirkan.
Dan ketika diri ini mengungkapkan hal
ini dalam kata-kata pun bisa saja diri ini pun terjebak pada keadaan
yang melekat. Kepada yang membaca pun benar-benar terpinta dari diri ini
agar jangan menelan mentah-mentah apa yang tertuliskan ini. Karena bisa
saja tulisan ini pun tidak jujur… mengapa? karena masih tertuliskan
dalam sebuah bentuk… Kebenaran yang benar-benar mutlak adalah yang tak
terdeskripsikan atau pun terpersonifikasikan dalam bentuk apapun.
Kembali ke pointnya… menaklukkan diri
sendiri bagi diri ini adalah hal yang sangat sulit. Jadi sebelum
menaklukkan ribuan, jutaan, milyaran, hingga tak terhingga… taklukkanlah
diri kita terlebih dahulu. Agar dalam perjalanan tak melukai mahluk
lain baik fisik maupun non fisik.
~000OOO000~
Peringatan!!!
Jangan menelan mentah-mentah apa yang tertuliskan di atas.
Sumber: http://fiksi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar