“Mas,
aku pesan bakso sepiring yaa… Jangan lupa es jeruk!” aku mengacungkan
jari telunjuk. Lelaki berkaus putih itu melewati mejaku begitu saja. Dia
tidak cuek, kurasa, hanya terlalu sibuk melayani pelanggan. Dan
lagipula, dia sudah dengar apa yang kumau.
Berbagai macam rupa berseliweran di dalam warung
makan yang temaram itu. Sumpek. Motor-motor diparkir sekenanya di tepi
jalan di depan. Di luar sana, pedagang asongan berkoar macam orator.
Nah, beginilah suasana Pasar Raya ketika jam makan siang, ketika
matahari serasa membakar ubun-ubun.
Aku mengetuk-ngetuk meja dengan jemari, menanti
datangnya makanan kesukaanku. Tak peduli panas mebara atau dinginnya air
hujan membekukan kaki, aku selalu setia menanti semangkuk bakso
kemudian melahapnya dengan rasa bahagia. Aku, entah bagaimana, mencintai
bakso semenjak dulu, dahulu kala.
Lelaki tadi datang membawa nampan berisi mangkuk
dan gelas berisi es jeruk. Aku lebih memperhatikan mangkuk porselen
bergambar ayam jago itu. Uap keluar darinya. Aromanya sedap. Khas.
Kupandangi mangkuk berisi bola-bola daging itu. Aku tertegun. Bakso berwarna aneh, hitam-kelabu dan sedikit berbulu.
Lelaki tadi memandangku sebentar. Ia menyeringai
lalu tersenyum hambar. Aku tahu persis, senyuman itu mengandung
kejahatan dan kebencian. Hal yang paling mengerikan kemudian adalah,
ketika aku dapat mendengarnya membatin, “Rasakan itu! Daging kucing
enak toh?” Kemudian ia tertawa.
Aku terbangun. Kejadian bakso daging kucing itu ternyata hanya mimpi…
***
Lian datang ke kampus sekitar jam 10 pagi. Gaya
berjalannya seperti biasa, kakinya diseret-seret di atas tanah. “Hei,
sudah lama menunggu?” ia mendekatiku yang duduk di bawah pohon ketapang.
“Yaa, aku hampir mati kebosanan di sini. Nih, lanjutkan slide yang sudah kubuat semalam,” kusodrokan laptop kepadanya.
Ia acuh. “Eh, aku punya cerita horor,” wajahnya
seram dibuat-buat. “Lupakan dulu soal slide. Ada yang lebih urgen,” ia
segera menyadari ketidaknyamananku.
Kulihat mimiknya berubah, “Ceritakan cepat!”
Kemudian mulailah Lian bercerita panjang lebar tentang perjalanannya ke kampus pagi tadi.
Kebiasaan buruk supir angkot adalah, berhenti di suatu jalan yang ramai
dalam waktu yang lama sehingga membuat penumpang di dalamnya menggerutu
dan mengumpat. Angkot yang ditumpangi Lian pun begitu adanya, berhenti
untuk menunggu penumpang di muka Pasar Sentral. Lian memandang ke luar
jendela, berharap segera ada calon penumpang yang naik sehingga
angkot-nya segera minggat dari situ. Dari arah selatan, tampak lelaki
40-an berambut gondrong sedang mengendarai sepeda dengan santai.
Barangkali ia barusan belanja; botol kecap, saos tomat, dan aneka bumbu
dapur dijejalkan dalam keranjang di depannya. Tiba-tiba saja Lian
berpikir, ia pasti sudah sampai di kampus jika naik sepeda.
Lian terus memandangi lelaki itu dari kejauahan.
Laki-laki itu menghentikan kayuhannya di depan sebuah gang. Sepedanya ia
sandarkan di bak sampah. Lalu dikeluarkannya karung dari bawah
sadelnya. Ia mengendap-endap. Berjingkat-jingkat. Kemudian dengan sigap
menangkap seekor kucing yang sedang mengais-ngais sisa makanan dalam
tumpukan sampah. Kucing malang itu pun dimasukkannya ke dalam karung.
“Aku tercekat. Dan mual. Siapa sih yang kurang
kerjaan dan niat sekali menangkap kucing liar sepulang dari pasar? Pake
karung segala…” suara Lian bergetar. Aku mengenalnya, dan kurasa dia
sedang gusar. “Kau tau artinya botol-botol kecap dan saus tomat di
keranjangnya? Mungkin saja, bakso yang kamu makan setiap hari itu dibuat
dari daging kucing liar!”
Mulutku menganga. “Ma-maksudmu… Bapak itu penjual bakso, begitu?”
“Yah, kelihatannya,” Lian tampak yakin. “Lagian, dengan harga daging
yang selangit, sangat masuk akal jika mereka mencari alternatif. Dengan
begitu mereka tidak harus kelihangan pelanggan,” katanya lagi dengan
sungguh-sungguh. “Dan… eh, ternyata bukan hanya aku yang mengamati
kelakuan aneh Bapak Gondrong itu, beberapa penumpang di dalam angkot
juga. Mereka terkesima. Merinding, jijik. Dan sayangnya, si Bapak tidak
sadar kalau dia tengah diamati beberapa pasang mata.”
Sumber: http://lifestyle.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar